BPKH Mengungkap Ancaman Bencana Keuangan Haji

BPKH Mengungkap Ancaman Bencana Keuangan Haji

Kamis, 09 Februari 2023, Februari 09, 2023



Beritaindo- Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) mengungkap ancaman "bencana" keuangan haji apabila porsi nilai manfaat yang menanggung Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) lebih besar dari biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang ditanggung calon jemaah.

Tak ayal, Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan porsi biaya perjalanan ibadah haji (bipih) yang ditanggung calon jemaah haji tahun ini meningkat dari 40,54 persen menjadi 70 persen.

Ketua Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah mengklaim jika pemerintah bersikukuh mengalokasikan penggunaan nilai manfaat serupa dengan tahun lalu, maka besar peluang pada 2025 dana nilai manfaat akan habis.

Sejak 2010, porsi nilai manfaat yang digunakan untuk membantu meringankan bipih yang dibayarkan jemaah memang terus menanjak.

BPKH mencatat pada 2010, porsi nilai manfaat yang digunakan untuk membantu BPIH jemaah hanya 12,91 persen. Selang lima tahun, porsi nilai manfaat yang membantu meringankan bipih jemaah tahun berjalan meningkat menjadi 39,1 persen.

Tahun lalu, nilai manfaat menopang sekitar 59,46 persen atau Rp58,49 juta dari total BPIH Rp98,37 triliun.

Di sisi lain, porsi bipih yang ditanggung jemaah porsinya cenderung turun dari 87,09 persen pada 2010 menjadi 40,79 persen pada 2022.

Semakin besarnya porsi nilai manfaat tak lepas dari peningkatan perolehan imbal hasil semenjak pengelolaan dana haji diserahkan pada BPKH pada 2017.

Selama 2018-2022, nilai manfaat yang diperoleh BPKH trennya meningkat yakni dari Rp5,7 triliun, Rp7,56 triliun, Rp7,43 triliun, Rp10,52 triliun, dan Rp10,08 triliun.

Nilai manfaat itu sebagian besar digunakan untuk memberangkatkan calon jemaah tahun berjalan. Sisanya, BPKH membagikannya untuk jemaah tunggu melalui rekening virtual (virtual account/VA).

Januari lalu, Kemenag mengusulkan BPIH tahun ini sebesar Rp98,9 juta. Dengan asumsi nilai manfaat menanggung 60 persen dari total BPIH, sama seperti tahun lalu, BPKH membutuhkan sekitar Rp12 triliun. Padahal, perolehan nilai manfaat atau imbal hasil dari pengelolaan dana haji hanya berkisar Rp10 triliun per tahun.

BPKH memang memiliki akumulasi nilai manfaat tersisa sekitar Rp15 triliun -Rp17 triliun karena tidak ada pemberangkatan haji selama periode 2020-2022.

Namun, menurut Fadlul, dana itu tidak akan bertahan selama beberapa tahun ke depan apabila nilai manfaat yang diperoleh pada tahun berjalan lebih kecil dan nilai manfaat yang digunakan untuk menanggung BPIH tahun berjalan.

Sebagai gambaran, apabila tahun ini pemerintah menggunakan nilai manfaat Rp12 triliun untuk sekitar 200 ribu jemaah haji yang berangkat, maka pada musim haji 2024, nilai akumulasi hanya tersisa Rp3 triliun-Rp4 triliun. Akumulasi nilai manfaat akan semakin menciut pada tahun berikutnya dan berisiko mengganggu keberlanjutan keuangan haji.

Dalam hal ini, keberangkatan calon jemaah haji tahun berjalan sebagian besar ditanggung oleh nilai manfaat dari pengelolaan calon jemaah haji yang masih mengantre. 

"Asumsi tadi jika 2021 akhir terdapat Rp20 triliun saldo penumpukan akibat ketidakberangkatan (haji) 2020-2021, maka 2022 sudah diambil saldo simpanannya (Rp5-6 triliun) menjadi sisa sekitar Rp15 triliun," kata Fadlul dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VIII DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/1) lalu.

"Kemudian di 2023 asumsi (jumlah jemaah) dua kali lipat, yang dialokasikan maka Rp12 triliun. Maka otomatis mengambil simpanan yang dipupuk sebesar Rp12 triliun, maka saldonya itu relatif di kisaran Rp3 triliun," sambungnya.

Sisa dana dengan kisaran Rp3 triliun ini akan dialokasikan untuk keberangkatan jemaah pada 2024. Fadlul mengasumsikan jika tidak ada perubahan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), maka akan terjadi kekurangan sebesar Rp9 triliun.

"Asumsi tanpa ada kenaikan BPIH maka artinya 2024 dengan biaya (nilai manfaat) sebesar Rp12 triliun, ada sekitar Rp9 triliun yang diambil dari dana pokok pengelolaan yang selama ini dikelola. Ini dengan asumsi memasukkan semua nilai manfaat tahun berjalan," ucap Fadlul.

Agar tidak menjadi bencana keuangan haji, maka pemerintah perlu meningkatkan porsi bipih yang dibayar jemaah dan menurunkan porsi nilai manfaat yang digunakan.

Secara terpisah, Anggota Badan Pelaksana Kesekretariatan Badan dan Kemaslahatan BPKH Amri Yusuf mengungkapkan jika skema yang ditetapkan pemerintah tetap sama yakn 60:40 atau jemaah hanya menanggung 40 persen dari total biayahaji, maka nilai manfaat tidak akan bertahan hingga 2027.

"Pada tahun itu akan ada dua kali keberangkatan haji, itu Januari dan Desember, karena pada tahun itu akumulasi kita sudah berkurang nilai manfaatnya cuma (bisa memenuhi) 1 kali (haji), tapi dia harus subsidi 2 kali keberangkatan," kata Amri pada CNNIndonesia.com, Jumat (3/2) lalu.

Untuk menjaga keberlanjutan, menurut Amri, idealnya nilai manfaat yang digunakan untuk membantu meringankan Bipih calon jemaah seharusnya diambil dari perolehan tahun berjalan alias tidak mengambil jatah jemaah tunggu.

Terlebih, apabila nilai manfaat yang digunakan lebih sedikit dari imbal hasil yang diperoleh, maka angka ini bisa menambah dana kelola. Artinya, angka yang diinvestasikan BPKH akan semakin besar dan berpotensi meningkatkan perolehan imbal hasil ke depan.


Sebaliknya, menurut Amri, jika penggunaan nilai manfaat terus berlangsung eksesif maka aset yang dimiliki BPKH akan semakin turun dan keberlanjutan untuk jemaah tunggu akan semakin mengecil.

Amri juga mengingatkan soal tren pertumbuhan pendaftaran jemaah haji baru cenderung melambat, utamanya sejak pandemi covid-19. Pada 2022 hanya sekitar 300 ribu orang yang mendaftar haji, pada 2021 bahkan hanya sekitar 280 ribu.

Jumlah ini berbanding terbalik dibandingkan 2012-2013 yang mengalami eskalasi daftar tunggu usai kebijakan daftar sepanjang tahun dan kemudahan perbankan untuk dana talangan haji. Angka pendaftar haji sebelum pandemi bisa mencapai 700 ribuan orang.

"Sebenarnya orang yang punya kemampuan ekonomi untuk berhaji itu data kita ada sekitar 12 juta orang, yang potensial. Jadi kalau lihat statistik kemampuan ekonomi, keinginan dia, itu ada 12 juta, ini data potensi. Tapi sekarang yang daftar cuma 300 ribu," kata Amri.

Ia juga menyorot sejumlah calon jemaah ikut menarik setoran awalnya dari BPKH. Jumlah calon jemaah yang menarik uang setoran awalnya ini bisa mencapai 60 ribu-80 ribu orang atau senilai Rp1 triliun tiap tahunnya. Alasannya beragam seperti memilih program haji plus maupun umrah.

Kondisi ini juga mempengaruhi keuangan haji yang dikelola BPKH.

Kenaikan Biaya Haji Bertahap
Berdasarkan kajian antara Badan Pengawas Keuangan (BPK) dengan PEBS UI pada 2019, terdapat beberapa faktor yang memberikan dampak langsung pada keberlanjutan dana haji.
Pertama, kuota haji yang meningkat pesat. Kedua, persentase dana haji yang dibayar jemaah dan nilai manfaat. Ketiga, laju peningkatan biaya haji.

"Kalau dilihat 2019 ke 2022 biaya haji real-nya, BPIH-nya itu tinggi sekali, dari Rp70 juta ke Rp90 jutaan. Jadi ketika peningkatan biaya haji tinggi, itu akan mempengaruhi sustainability biaya haji," ungkap Peneliti Senior Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia (PEBS UI) Budi Prasetyo beberapa waktu lalu.

Idealnya, porsi nilai manfaat yang menanggung BPIH tidak boleh lebih besar dari Bipih. Namun, bukan berarti, pemerintah perlu menaikkan Bipih tahun ini secara drastis seperti yang diusulkan Kemenag.

Budi menilai peningkatan porsi Bipih bisa dilakukan secara bertahap. Jika pemerintah akhirnya bersepakat menggunakan skenario 55:45 dengan 55 persen dari BPIH ditanggung jemaah alih-alih 70 persen, maka keberlanjutan dana haji bisa mencapai 15 tahun.

Dengan skenario ini, jemaah diperkirakan harus membayar Rp54,4 juta, jika dikurangi Rp25 juta dari setoran awal, maka pelunasannya sebesar Rp29,4 juta.

Namun, jika pemerintah bersikukuh menggunakan perhitungan 70:30 dengan beban jemaah sebesar Rp69 jutaan, maka keberlanjutan dana haji itu bisa lebih panjang.

"Ini hitungan kasar kami jadi bisa saja overestimate atau underestimate," kata Budi dalam seminar daring, akhir Januari lalu.

Pada saat yang sama, BPKH juga perlu menggenjot perolehan imbal hasil dari rata-rata 7 persen menjadi 10 persen per tahun. Caranya dengan mendiversikasi instrumen investasi. Namun, hal ini tidak mudah mengingat BPKH tidak bisa leluasa menempatkan investasinya pada instrumen yang risikonya moderat ke tinggi.

Budi mengingatkan komponen pembagian nilai manfaat dan Bipih yang ditanggung jemaah ini sangat kompleks.

"Kita tentu ingin pembiayaan ini terus berlanjut jangka panjang sehingga sustainability danahajiitu berlanjut dan kita tidak terkena masalah keuangan yang signifikan," katanya.

Untuk itu, menurutnya, pemerintah perlu melakukan formulasi kebijakan yang tepat. Tidak hanya berkaitan dengan pembagian BPIH, namun juga investasi, efisiensi biaya, dan pengelolaan keuangan.

"Ini akan jadi PR besar agar danahajiyang dikelola bisa sustain dan memberikan manfaat yang besar," ucapnya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras Adha mengungkapkan beberapa opsi komposisi BPIH yang bisa dipertimbangkan untuk menjaga keberlanjutan keuangan haji.

Berdasarkan kajian pada awal 2022, lanjutnya, Indef mengusulkan sejumlah opsi agar keberlanjutan dana haji terjaga.

Pertama, Bipih naik 6 persen per tahun dengan asumsi nilai manfaat yang diperoleh tumbuh 8 persen per tahun. Artinya, BPKH harus berupaya meningkatkan imbal hasil (yield) investasi yang selama lima tahun terakhir maksimal hanya 6,88 persen.

Kedua, Bipih naik 12 persen per tahun dengan asumsi yield investasi tumbuh 6,5 persen atau moderat. Ketiga, Bipih naik 18 persen per 3 tahun dengan asumsi yield imbal hasil naik 7,5 persen.

Pemerintah dan DPR sendiri masih membahas besaran BPIH tahun ini. Pada Rapat dengan Komisi VIII DPR, Rabu (8/2), Kementerian Agama (Kemenag) menurunkan usulan BPIH 2023 sekitar Rp2,4 juta dari Rp98,9 menjadi Rp96,4 juta. Namun, belum ada kesepakatan mengenai porsi nilai manfaat dan bipih yang menanggung BPIH itu.

Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi menilai usulan kenaikan BPIH dari Kemenag membuat calon jemaah kaget karena kenaikannya signifikan. Di lain sisi, calon jemaah hanya punya waktu singkat untuk melakukan pelunasan ketika BPIH 2023 diumumkan pada 14 Februari mendatang.

"Oleh karena itu, saya kira nantinya kita akan mencapai titik, kalau usulan kami sebenarnya kalau bisa win-win solution-nya 50:50 persen, jadi jemaah menanggung 50 persen, BPKH harus menanggung 50 persen," ujarnya.





TerPopuler